Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:15-16)
Di era 4.0 yang sangat cepat mengalami perubahan dalam segala bidang, kita perlu melihatnya sebagai peluang, memperhatikan dengan saksama tantangan dan perkembangan zaman, bagaimana kita hidup dan melakukan pelayanan gerejawi, serta memiliki keyakinan di tengah kondisi yang sulit seperti di masa pandemi covid-19 ini, ada anugerah dan kesempatan untuk mengembangkan pelayanan gerejawi. Kita perlu mengembangkan pelayanan dengan memakai segala karunia yang Tuhan berikan secara maksimal dan bertanggung jawab kepada Tuhan.
Setiap orang minimal memiliki satu talenta yang dipercayakan Tuhan untuk dikembangkan, bagi yang dapat mengembangkan talenta, kepadanya akan ditambahkan talenta lagi karena dinilai sanggup dan dapat mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya. Ada banyak gereja yang telah Tuhan percayakan pelayanan, jiwa-jiwa untuk dilayani, namun tidak terlayani dengan baik. Ada banyak kesempatan yang Tuhan berikan, namun disia-siakan. Ada banyak talenta yang diberikan, namun tidak dipakai, atau dipakai tetapi tidak maksimal. Ada banyak kesempatan untuk melayani orang-orang di luar gereja, yang belum mengenal Tuhan Yesus, namun pelayanan hanya untuk kalangan sendiri. Ada banyak dana yang tersedia, namun lebih banyak dihabiskan untuk acara, kegiatan dan makan-makan yang tidak bermakna. Ada banyak jumlah program dan kegiatan gereja, namun tidak membuat jemaat bertumbuh spiritualitasnya. Karena itu, perhatikanlah dengan saksama!....
Ketika berbicara tentang peluang, kita perlu memulainya dengan mengadakan evaluasi. Salah satu alat ukur sederhana yang kita bisa pakai yaitu: analisis SWOT. Kita melihat Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Kekuatan dan peluang, akan menolong kita untuk mencapai objektif, sesuai visi misi gereja. Sedangkan kelemahan dan ancaman dapat menghambat kita untuk mencapai objektif, sesuai visi misi gereja. Tentu secara teologis ketika kita berbicara tentang kekuatan dan peluang, tidak boleh terlepas dari kaitannya dengan mengandalkan pimpinan Tuhan dalam menggunakan segala kekuatan yang telah dianugerahkan kepada kita secara maksimal. Mengapa hal ini penting? Sebab jika hanya memakai cara pandang manusia, kita akan seperti Lot yang melihat Sodom dan Gomora sebagai tempat yang memiliki peluang yang menjanjikan, namun berakhir dengan kehancuran. Sedangkan Abraham mengikuti pimpinan dan mengandalkan Tuhan, dapat mencapai apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup dan pelayanannya.
Melihat peluang di tengah krisis memerlukan visi dari Tuhan. Kita belajar dari Nehemia ketika melihat krisis besar bangsa Israel, "Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar" (Neh.1:3). Lalu direspons oleh Nehemia dengan merendahkan diri, berkabung, berdoa puasa, mengakui dosa-dosa bangsanya, bahkan dirinya sendiri. Di dalam relasi yang mendalam dengan Tuhan inilah, Tuhan memberikan di dalam hatinya suatu beban untuk membangun Kembali tembok Yerusalem, “…Aku tidak memberitahukan kepada siapapun rencana yang akan kulakukan untuk Yerusalem, yang diberikan Allahku dalam hatiku….” (Neh. 2:12). Tanpa menangkap apa yang Tuhan mau, maka kita akan melakukan apa yang kita mau, akibatnya bukan kehendak Tuhan yang jadi, melainkan kehendak kita yang jadi.
Apa yang kita bisa mulai dalam pengembangan pelayanan gerejawi di era 4.0 ini? Kita melihat salah satu contoh di dalam dunia Pendidikan, saat ini sedang diupayakan peningkatan mutu semua perguruan tinggi, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) melaksanakan akreditasi perguruan tinggi dengan mengacu kepada standar mutu yang telah di tetapkan. Memeriksa apakah perguruan tinggi mempunyai kejelasan mengenai: Visi, Misi, Tujuan dan Strateginya; Tata Pamong, Tata Kelola, dan Kerjasama; Mahasiswa; Sumber Daya Manusia; Keuangan, Sarana dan Prasarana; Pendidikan; Penelitian; Pengabdian kepada Masyarakat; Luaran dan Capaian Tridharma. Ini yang disebut dengan tujuh kriteria, bagian dari Laporan Evaluasi Diri (LED). Sistem dalam perguruan tinggi juga menerapkan siklus penjaminan mutu, ada Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan. Jika siklus penjaminan mutu ini dilaksanakan secara kontinu, maka visi misi tidak akan menjadi slogan semata.
Apakah di dalam pelayanan gerejawi ada kerinduan kita untuk meningkatan mutu pelayanan juga? Apakah visi, misi gereja telah terimplementasi atau menjadi slogan? Apakah kepemimpinan, tata Kelola dan kerjasama telah berjalan dengan baik? Apakah Jemaat telah mendapat pelayanan yang baik dan bertumbuh rohaninya? Apakah telah dipersiapkan sumber daya rohaniwan, penatua, badan pengurus untuk generasi yang akan datang? Apakah keuangan dan sarana prasarana telah dikelola dengan benar? Apakah pelayanan gerejawi dalam hal diakonia, koinonia dan marturia telah berjalan dengan baik? Apakah Amanat Agung telah dilaksanakan? Meskipun secara umum kita telah melaksanakan, namun perlu ditingkatkan mutu pelayanan kita, seperti yang Tuhan Yesus katakan: “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” (Yoh. 15:2).
Marilah kita merendahkan hati di hadapan Tuhan, berdoa dan berpuasa untuk mencari kehendak Tuhan, memperhatikan dengan saksama bagaimana keadaan gereja dan pelayanan selama ini untuk menghadapi tantangan zaman, serta mengadakan evaluasi terbuka di hadapan Tuhan. Dengan penuh keyakinan akan penyertaan Tuhan, kita melihat ada peluang besar pengembangan pelayanan gerejawi di Era 4.0 yang bisa kita lakukan secara maksimal, berbuah lebat bagi kemuliaan Tuhan. Haleluya!
Pdt. Martin Elvis, D. Min
(Sumber : Berita Sinode Gereja Kristus - edisi 2020)